Di
zaman yang sudah modern ini, banyak kita ketahui berbagai usaha berkembang di
Indonesia. Baik itu usaha kecil hingga usaha yang besar. Semua usaha yang di
lakukan pasti memiliki aturan dalam melaksanakan usahanya. Termasuk K3 dalam
melaksanakan pekerjaannya. Keselamatan dalam bekerja sangatlah penting untuk
menjaga dan melindungi pekerjanya. Dalam penulisan blog saya kali ini, saya
akan membahas tentang penambangan batu akik yang tidak memiliki K3 pada saat
melakukan penambangan batu akik tersebut.
Berbagai
aktivitas penambangan akik hampir dipastikan tidak memenuhi kaidah-kaidah
penambangan. Sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, sekaligus
dapat mengancam keselamatan jiwa. Sebelumnya, ada banyak pihak yang kesulitan
mengatur dan mengendalikan maraknya aktivitas penambangan batu akik di berbagai
daerah. Terutama karena terbentur UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral yang dinilai tak mengakomodasi para pengusaha kecil. Memang dilematis. Pihak
Pemerintah tidak mungkin mengeluarkan
izin usaha tambang batu akik karena terbentur kepemilikan modal dan lahan para
pengusaha batu akik sendiri tak memenuhi ketentuan undang-undang. Salah
satunya, izin tambang hanya diberikan pada pertambangan dengan lahan di atas 5
hektare. Sedangkan pada kenyataannya tidak sampai 5 hektare. Namun terdapat
pula ketentuan bahwa besaran pajak batu akik yang akan dikenakan adalah 5%. Menurut
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priyadi Pramudito, pajak pada batu akik
akan diterapkan pada Juli 2015. Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, batu
Akik yang dikenakan pajak adalah batu akik yang harga jualnya di atas Rp 100
juta. Hal tersebut masuk pasal 22 PMK pajak atas barang yang sangat mewah.
Batu
akik memang dikenal barang yang sangat mewah karena sebanding dengan prosesnya.
Para penambang batu akik harus menahan panas dan juga melewati medan yang
sangat berbahaya. Jika hujan maka para penambang batu akik harus sangat
berhati-hati karena jika tidak berhati-hati akan tergelincir oleh tanah yang
licin. Bermodalkan alat-alat sederhana seperti palu dan bor tangan, para
penambang menggali reruntuhan batu yang menurut mereka berpotensi mengandung
batuan tersebut. Setelah mereka menemukan bongkahan batuan yang mereka cari,
maka proses selanjutnya adalah pemotongan dan pembentukkan. Proses ini
membutuhkan daya konsentrasi dan tingkat kesabaran yang tinggi karena proses
ini menjadi dasar untuk mendapatkan batu yang berkualitas tinggi. Dalam proses
ini, para pengrajin biasanya memotong dan membentuk bongkahan menggunakan
grinda secara manual, hal ini tentu saja cukup beresiko, alih-alih memotong bongkahan,
malah jemari yang terpotong grinda.
Hal
ini membuktikan juga bahwa dalam penambangan batu akik tidak terdapat K3 yang
diberikan kepada para pekerjanya. Karena didalam K3 juga mengatur perlatan
pertambangan seperti Helm
pengaman / Safety helmet
untuk melindungi bagian kepala saat tertimpa benda , Sepatu pengaman / Safety
shoes melindungi kaki dari
benda-benda tajam dan benda berbahaya lainnya, Kacamata /
Sunglasses melindungi dari
masuknya debu akibat proses pencarian batu akik, Sarung tangan
kulit/ leather gloves
untuk mengurangi tergeseknya permukaan tangan dengan dinding batu yang kasar,
Masker + ear plug untuk
menutupi hidung dan mengurangi masuknya debu, Reflector vest, Kotak
P3K di setiap lokasi tambang. K3 sebenarnya bertujuan dan berfungsi untuk
melindungi pekerjanya dalam hal ini yaitu pekerja tambang batu akik. Didalam penambangan
pasti tempat kerjanya sempit, panas, penerangannya kurang, dan tidak sesuai
dengan aturan dalam melakukan usaha tambang.
Saran dan
kesimpulan saya untuk kasus dalam video dan kasus yang lainnya di Indonesia
dalam proses penambangan yang tidak memiliki K3. Yaitu seharusnya pemerintah
membuat aturan khusus untuk Penambangan batu akik. Dan untuk para penambang
batu akik sebaiknya sebelum melakukan penambangan batu akik, seharusnya
mengetahui K3 yang sudah di tetapkan oleh pemerintah sehingga dapat
meminimalisir kecelakaan yang terjadi pada Penambangan Batu Akik di Indonesia.